Sudah hampir 2 jam kota ini diselimuti hujan. Dan yah..
entahlah. Hujan selalu mampu membuatku merenung, bernostalgia, mengenang masa
lalu. Hujan seolah-olah membawaku menemukan keeping-keping puzzle yang telah
lama tak terurus. Kenanganku kembali liar. Kali ini aku mengingat
perbincanganku tadi bersama Ririn. Perbincangan yang sebenarnya tak penting
untuk di dingat, tak perlu direnungkan, bahkan tak perlu dipikirkan secara
berlebih. Sungguh, itu benar-benar tak penting. Namun, peristiwa tadi mampu
membawaku kembali pada peristiwa beberapa tahun silam, peristiwa yang sama, dan
perasaan yang tak pernah bisa ku mengerti.
“Aku rasa, Andre suka padamu..” Ucap Ririn secara tiba-tiba
mengalihkan pembicaraan. Aku tak pernah menyangka ia akan mengungkapkan kalimat
tersebut. Kali ini aku benar-benar kikuk, mengalihkan pandangan. Apa maksudnya? Entah itu sebuah tebakan,
pertanyaan, atau pernyataan, aku benar-benar tak mengerti. Aku tak menjawab, tak mau tahu. Kembali menatapnya.
“Benar kan?! Dia yang membuatmu tertawa tadi.” Tambahnya.
Aku sadar, air muka ku berubah drastic. Sungguh bukan hal yang masuk akal. Ada apa dengannya? Kembali aku
mengalihkan pandangan. Mencoba bersikap setenang mungkin. Menebak beberapa
kemungkinan. Sejurus kemudian aku
mengingat perbincanganku dengan Ririn. Tadi kita membicarakan tentang sikap
wanita yang ketahuan menyukai seorang pria. Mendadak aku merasa tak nyaman.
Pernyataanya sungguh tak mengenakkan. Bukan apa-apa, akan tetapi aku takut ia
salah sangka. Pernyataannya seolah-olah menyudutkan bahwa aku menyukai Andre.
Selama ini aku tak pernah menganggap hubunganku dengan Andre ada yang istimewa.
Sedikitpun tak pernah terpikir. Hanya sebatas teman, itu cukup. Tak kurang, tak
lebih. Kalau pun lebih, aku benar-benar menganggapnya sebagai sahabat.
Andre adalah sosok laki-laki yang bisa dibilang tampan. Air mukanya tenang dan
misterius. Banyak sekali wanita yang terpesona olehnya. Beberapa ialah teman
dekatku. Mulai dari Alya, sahabatku ketika SMP dulu, Ani sahabatku, Hani dan
Putri teman sekelasku, bahkan Ririn pun pernah menyukainya. Entah pesona apa
yang ia miliki. Selama 5 tahun aku mengenal Andre, ku rasa ia seperti laki-laki
biasa pada umumnya. Namun, entahlah.. aku tak mengerti apa yang mereka
pikirkan. Kenyataan Ririn yang pernah menyukai
Andre pun mulai menimbulkan kecurigaanku padanya. Apakah Ririn masih menyukai
Andre, sehingga ia mengungkapkan pernyataan itu. Apakah ia cemburu, akan
kedekatanku dengan Andre? Haaah, bukankah ia tahu, kami dekat karena satu
organisasi? Sungguh, pernyataan Ririn tadi, menimbulkan banyak pertanyaan yang
terus berlomba-lomba menguak kebenarannya.
Wahai sobat, aku tak akan menceritakan tentang Andre ataupun
Ririn. Asal kamu tahu, entah karena alasan apa, orang-orang selalu yakin bahwa
sampai saat ini aku tak pernah mempunyai orang yang special. Sungguh, itu bohong. Kali ini aku
akan menceritakan kisah tentang perasaan yang tak pernah ku mengerti itu. Aku
akan kembali ke masa lalu, bekelana, menceritakan segalanya. Seperti hujan yang
senantiasa berkelana. Menumpahkan airnya keseluruh penjuru bumi.
***
Kau tahu sobat, kisah ini berawal pada masa akhir SMP. Masa
berlaku cinta monyet. Dan menurutku itu gila. Cinta diperlakukan seperti
permainan. Seperti Alya sahabatku ketika
SMP. Ia adalah cewek yang pintar, riang, modis, dan cantik. Sungguh, banyak
laki-laki yang terpesona dengan perawakannya. Akan tetapi ada yang gawat. Ia
adalah orang yang mudah bosan, berkali-kali ia gagal berpacaran. Namun itu tak
masalah buatnya, menurutnya cinta monyet hanyalah permainan.
“Ta, aku punya cowok baru..” Kalimat pertama yang ia ucapkan
ketika kami bertemu di kantin.
“Aduh Al, kapan sih kamu tobatnya. Pacaran mulu pikirannya,
nggak kapok apa?” Jawabku sembari
duduk di kursi kantin.
“Iih, dengerin dulu.. Dia teman sekelas kamu, Darma.”
“Teruss..”
“Ah, Ita nyebelin. Selamat kek, apa gitu?!”
“Iya, iya.. Se-la-mat deh.” jawabku malas. Aku sudah terlalu
pusing dengan sikap Alya. Paling-paling baru beberapa minggu sudah putus. Dia
memang gadis yang mudah bosan. Pacaran tidak pernah serius. Namanya juga
pacaran. Pernah ia berpacaran hanya dua hari, sungguh mengerikan. Tapi, kali
ini rekor. Ia dengan Darma sudah hampir 1 bulan berpacaran. Itulah masa
berpacaran Alya yang paling lama.
Masa SMA
Aku dan Alya beda sekolah. Namun, kami tetap saling kontak. Alya
pernah memberitahu, ia bertemu Darma di angkutan umum. “Dia tampan sekali Ta,
sekarang.” Ungkapnya sumringah ketika kami bertemu. Haah, Alya tidak pernah
berubah. Selalu dramatis (peralihan dari kata berlebihan).
Maaf sobat, setelah berpanjang lebar, kisah ini baru akan
dimulai. Kau tahu? Sehari setelah Alya menceritakan pertemuannya dengan Darma,
Darma meneleponku. Ia hanya berbasa-basi menanyakan kabar, sekolah baru, dan
teman baru. Namun, pada penghujung telepon, ia menanyakan nomor handphone.
Baiklah, itu memang umum. Namun, pada hari-hari berikutnya Darma berhasil masuk
dalam keseharianku. Tiada hari tanpa mengubungi Darma. Kami selalu berbagi
cerita setiap hari. Bulan pertama hanya basa-basi, bulan kedua ia mulai menceritakan
kehidupan pribadi. Aku terkejut, ia menceritakan banyak hal. Aku tak pernah
menyangka ia merokok ketika terlalu pusing memikirkan tugas sekolah, meminum
kopi tiga kali dalam sehari. Dan, aku hanya memberinya nasihat-nasihat ringan,
seperti layaknya seorang sahabat. Namun, sepertinya terjadi
kesalahpahaman. Darma memanggap ini
sebuah perhatian khusus.
Wahai sobat, aku beritahu. Sungguh, berhati-hatilah ketika
mengucapkan sesuatu. Jangan berlebihan dan emosi ketika berbicara, itu bisa
menjadi fatal. Tentu banyak sebab-akibat yang akan terjadi karena sebuah
perkataan bukan? Begitu pula dengan perkataan yang mengundang harapan.
Perhatian boleh saja, namun jangan sampai memberikan kesan harapan lebih. Bisa
berakibat buruk bagi orang yang berharap(apalagi berharap lebih).
***
Reuni SMP
“Ayolah Ta.. Hanya sebentar saja. Memangnya kamu tega,
membiarkan ku sendirian seperti orang hilang?” ungkap Alya merajuk, memintaku
menemaninya menghadiri acara reuni SMP.
“Ya sudah, kalau begitu tidak usah ikut, hahaha..” jawabku
sambil terkekeh.
“Itaaaaa, serius. Kalau tidak ikut, aku tidak bisa melihat
Darma.”
“Ya sudah, kalau begitu kamu ajak Darma.”
“Maluuu..” Alya merengek seperti anak kecil.
***
Astaga, sampai sini dulu. Tolong saran judul. Bingung cari judul hehe. Sebenarnya enggak ikhlas ngelanjutin. Takut basi. Cerita cinta selalu terkesan sinetron. err